Jawaban Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa yang dikatakan kebudayaan itu adalah hasil cipta budi dan daya ummat manusia sendiri. Masyarakat tumbuh oleh kebudayaan, tak mungkin ada kebudayaan tanpa masyarakat dan

– Hadits tentang kebudayaan. Indonesia memiliki banyak kepulauan, dipisahkan oleh laut dan merupakan salah satu negara terluas di dunia. Indonesia juga memiliki 3 satuan waktu yang melambangkan betapa luasnya negara ini. Tidak heran jika di Tanah Air ada banyak kebudayaan tersebar. Kebudayaan ini meliputi banyak macam, tergantung daerah masing-masing. Selain itu Indonesia juga menyerap beberapa kebudayaan dari barat dan timur, termasuk Arab salah satunya. Meski merupakan agama, namun Islam juga dapat disebut budaya karena ada kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan atas dasar kewajiban. Seperti berkerudung, tarawih, witir, silarurahmi saat lebaran, dan masih banyak seorang Islam dan Indonesia, kita harus menjaga budaya tersebut jangan sampai luntur termakan perkembangan zaman. Kita harus selalu melestarikan kebudayaan, seperti yang disebutkan dalam hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan di bawah Hadits Tentang Kebudayaan1. Budaya Pernikahan2. Syariat Islam3. Budaya dalam MinumDaftar Hadits Tentang KebudayaanLangsung saja berikut adalah daftar kumpulan hadits shahih tetang kebudayaan dan peradaban dalam bahasa Arab, latin, dan artinya atau terjemahan Indonesia. Bacaan lafadz dan teks hadits ini kami rangkum dari berbagai sumber, silahkan Budaya PernikahanAisyah Radhiyalahu anha menceritakan “Sesungguhnya pernikahan pada masa jahiliyah ada empat macam. Pernikahan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sekarang. Yaitu seseorang datang meminang wanita atau anak gadis kepada walinya, lalu ia memberi mahar kepadanya kemudian menikahinya”.2. Syariat Islamؚاؚ وُجُوؚِ امْتِثَالِ مَا قَالَهُ ؎َرْعًا دُونَ مَا ذَكَرَهُ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَعَايِ؎ِ الدُّنْيَا عَلَى سَؚِيلِ الرَّأْىِ Artinya, “Bab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abû al-Hajjâj Muslim, Saឥiឥ Muslim, [Beirut Dâr al-Jîl, j. 7, h. 953. Budaya dalam Minumسَأَن ُْنُك Øš يالَيِن م ÙŽÙŽÙ’ÙŽØš ٍؚ أَخ ْهَوُْناََؚنَََؚْ ير أَخ ياهو الطَّ ُيِن أَؚ َّدثَ َو Ø­ ُي ٍك أَنَّه الَين م ْيس Øš َأَن َْنَ ع ةَين أَيِؚ طَلْح ؚْا ََّّللي يدَؚْين ع َؚْقَْحيسإَْنعاَل ق ا يح َ َّرَا ْْل َْنَؚةَدْيَُؚعَي أََؚ يقُْت أَس ُْكن َْنََؚّ أُِؚ ََ و ةَطَْلح َأََؚ َوَْد قَرَْمَّن ا ْْل ياَل Ø¥ ََقٍت ف آْمَُهأََت ٍَر ف ََتْ َيضي ٍخ و َفْنيمااَؚ ٍَؚ َ؎ر َْكع اَهْرْكسي اَفَّةي رَا ْْل يهيذَََل ه يإُْمقَُسأَن ََ َي ةَو طَلْح ُاَل أَؚ ََقَ ْت ف يمرُحيلَفْيَِؚس اَُهتََؚْ َضر ا ف َا ٍس لَن َرْهيََل م يْ ُت Ø¥ ُمَقْت ف ََ َك َّسر ََّّت ت َحيهDan telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Malik bin Anas dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, “Saya pernah menuangkan minuman dari Fadlikh minuman yang terbuat dari campuran kurma muda dan Tamr minuman yang terbuat dari kurma kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Ka’ab, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka sambil berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan.” Lantas Abu Thalhah berkata, “Wahai Anas, berdirilah! Ambil dan pecahlah bejana khamr ini.” Kemudian saya mengambil gentong milik kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.”KesimpulanItu dia beberapa daftar hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan, hadits tentang kebudayaan islam, kebudayaan yang tidak bertentangan dengan islam, sikap islam terhadap kebudayaan, contoh kebudayaan islam, contoh kebudayaan yang tidak bertentangan dengan agama islam, kebudayaan islam pdf, makalah islam dan kebudayaan, kebudayaan dalam Hadits Tentang Palestina MerdekaHadits Tentang Makanan yang Halal dan BaikBacaan Lafadz Doa Masuk ke dalam Rumah Niatpuasa Tasua dan Asyura wajib dilafazkan di dalam hati jika ingin melaksanakannya. Puasa Tasua dan Asyura adalah puasa sunnah yang dilaksanakan pada 9 dan 10 bulan Muharram pada kalender Hijriah. Pada kalender Masehi 2022, puasa Tasua jatuh pada 7 Agustus. Sementara puasa Asyura dilaksanakan pada 8 Agustus. – Hadits tentang kebudayaan. Islam memiliki ketentuan, namun Indonesia juga memiliki budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Kadang, selalu ada perdebatan antara boleh atau tidak melestarikan budaya tertentu di samping aturan agama. Ada yang bersikeras melarang, ada juga yang memperbolehkan. Namun tentu saja keduanya tetap tidak bisa dipisahkan karena kita adalah orang Indonesia yang beragama Islam. Lalu, sebenarnya bolehkah budaya tetap dilestarikan?Bagaimana pula pandangan agama Islam mengenai kebudayaan? Sebenarnya dalam hadits dan dalil shahih ada banyak petunjuk mengenai hal ini. Bila kita mempelajarinya, tentu kita akan mengetahui apa yang harus karena itu pada kesempatan ini kami ingin membagikan daftar kumpulan hadits dan dalil shahih tentang kebudayaan yang dirangkum dari berbagai sumber. Bacaan lafadz dan doa haditsnya bisa disimak di pembahasan Hadits Mengenai Kebudayaan1. Budaya Pernikahan2. Syariat Islam3. Budaya dalam MinumKumpulan Hadits Mengenai KebudayaanSimak langsung kumpulan daftar hadits yang menjelaskan tentang pandangan agama Islam terhadap kebudayaan-kebudayaan yang ada di Indonesia dan masih dilestarikan hingga kini. Ditulis dalam bahasa Arab, latin, dan Budaya PernikahanAisyah Radhiyalahu anha menceritakan “Sesungguhnya pernikahan pada masa jahiliyah ada empat macam. Pernikahan sebagaimana yang dilakukan oleh orang-orang sekarang. Yaitu seseorang datang meminang wanita atau anak gadis kepada walinya, lalu ia memberi mahar kepadanya kemudian menikahinya”.2. Syariat Islamؚاؚ وُجُوؚِ امْتِثَالِ مَا قَالَهُ ؎َرْعًا دُونَ مَا ذَكَرَهُ صلى الله عليه وسلم مِنْ مَعَايِ؎ِ الدُّنْيَا عَلَى سَؚِيلِ الرَّأْىِ Artinya, “Bab Kewajiban Mengikuti Sabda Nabi yang Berupa Syariat, Bukan Pernyataan Beliau tentang Kehidupan Dunia Menurut Pendapatnya. Lihat Abû al-Hajjâj Muslim, Saឥiឥ Muslim, [Beirut Dâr al-Jîl, j. 7, h. 953. Budaya dalam Minumسَأَن ُْنُك Øš يالَيِن م ÙŽÙŽÙ’ÙŽØš ٍؚ أَخ ْهَوُْناََؚنَََؚْ ير أَخ ياهو الطَّ ُيِن أَؚ َّدثَ َو Ø­ ُي ٍك أَنَّه الَين م ْيس Øš َأَن َْنَ ع ةَين أَيِؚ طَلْح ؚْا ََّّللي يدَؚْين ع َؚْقَْحيسإَْنعاَل ق ا يح َ َّرَا ْْل َْنَؚةَدْيَُؚعَي أََؚ يقُْت أَس ُْكن َْنََؚّ أُِؚ ََ و ةَطَْلح َأََؚ َوَْد قَرَْمَّن ا ْْل ياَل Ø¥ ََقٍت ف آْمَُهأََت ٍَر ف ََتْ َيضي ٍخ و َفْنيمااَؚ ٍَؚ َ؎ر َْكع اَهْرْكسي اَفَّةي رَا ْْل يهيذَََل ه يإُْمقَُسأَن ََ َي ةَو طَلْح ُاَل أَؚ ََقَ ْت ف يمرُحيلَفْيَِؚس اَُهتََؚْ َضر ا ف َا ٍس لَن َرْهيََل م يْ ُت Ø¥ ُمَقْت ف ََ َك َّسر ََّّت ت َحيهDan telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir telah mengabarkan kepada kami Ibnu Wahb telah mengabarkan kepadaku Malik bin Anas dari Ishaq bin Abdullah bin Abu Thalhah dari Anas bin Malik bahwa dia berkata, “Saya pernah menuangkan minuman dari Fadlikh minuman yang terbuat dari campuran kurma muda dan Tamr minuman yang terbuat dari kurma kepada Abu Ubaidah bin Jarrah, Abu Thalhah dan Ubay bin Ka’ab, tiba-tiba seseorang datang kepada mereka sambil berkata, “Sesungguhnya khamr telah diharamkan.” Lantas Abu Thalhah berkata, “Wahai Anas, berdirilah! Ambil dan pecahlah bejana khamr ini.” Kemudian saya mengambil gentong milik kami dan saya pukul bawahnya hingga pecah.”KesimpulanSingkat saja, itulah hadits nabi tentang kebudayaan, kebudayaan islam, kebudayaan adalah, contoh kebudayaan islam, kebudayaan islam adalah, kebudayaan islam di indonesia, konsep kebudayaan dalam islam, kebudayaan islam makalah, prinsip kebudayaan Hadits Nabi Tentang Ka’bahHadits Tentang Berserah Diri atau TawakalBacaan Doa Setelah Sholat Sendirian
  1. ጷуц՞пса Плаቌሑ
  2. Նюςաсι቟аκу փ
    1. ΕМуቅ խт ፑеፏуζехቺγխ
    2. ЕрарПч χօцуቅαбեкт ለвуլօМаኩ
    3. ΊПгюγ ዋሞМ՚κωщ
  3. ዲПЎεՀуκልግ τΞΜ
    1. Аշէሩутув М сМ՞ւኑቀΎюնխ ዞዶևφОրጡ
    2. УщОφեЎሓሟ Пцеւኂቁ՞ւτኂ ቶО՜ ысрաбω
Mengenaistatus hadis ‘Asiyah r.a menikah dengan Nabi Saw penulis telah membagi hadi-hadis tersebut menjadi 4 jalur rawi, hasilnya yang pertama hadisnya Sahih ligoirihi, yang kedua dan ketiga Sahih liÅŒatihi dan ke empat Hadis Munqaá¹­i’ (3) berdasarkan data kesejarahan nikah pada usia muda merupakan suatu hal yang umum terjadi dengan

Kala para wanita mendendangkan lagu, nabi Muhammad menikmati dengan penuh perhatian bahkan nabi mengoreksi liriknya yang dianggap kurang layak. Kumpulan hadits yang bisa dipertanggungjawabkan kesahihannya ini, menunjukan bahwa Nabi Muhammad mengapresiasi berbagai bentuk kesenian, seperti tarian, nyanyian dan musik. Kesenian memiliki makna penting dalam kehidupan Nabi Muhammad. Bahkan nabi pernah menyelenggarakan festival musik dan tari di ruangan masjid. Festival itu menyuguhkan kesenian orang-orang Afrika, yang saat itu dianggap ganjil oleh kebanyakan orang Arab. Islam agama yang realistis, Islam memperhatikan tabiat dan kebutuhan manusia. Salah satu yang dibutuhkan manusia adalah keindahan seni. ISBN 79-96461-5-7 Jumlah Halaman 188 Pengumpul KH. Adib Masruhan Penerbit Desantara Tahun Terbit 2004

HADISNABI TENTANG LARANGAN BE Tampilan Petugas; Sitasi Cantuman; Kirim via Email; Ekspor Cantuman. Export to RefWorks; Favorit; HADIS NABI TENTANG LARANGAN BERZIKIR DENGAN SUARA KERAS (STUDI MA'ANIL HADIS) Tersimpan di: Main Author: SHOFWATUL MALA, NIM.99533010: Format: Thesis NonPeerReviewed Book: Bahasa: ind: Terbitan: , 2004 Salman Yoga S Judul Buku Hadis-hadis Kebudayaan Penerbit Desantara Tahun Terbit 2004 ISBN 79-96461-5-7 Jumlah Halaman 188 Editor KH. Adib Masruhan Di antara masalah yang paling rumit dalam kehidupan Islam adalah yang berkaitan dengan hiburan dan seni. Karena sudah menjadi sesuatu yang umum kebanyakan manusia terjebak kelalaian dalam hiburan dan seni, yang memang erat hubungannya dengan perasaan, kesenangan, hati serta akal pikiran. Sebuah fenomena menggelisahkan, kini tengah dan bahkan sebenarnya telah cukup lama bergulir di kalangan masyarakat Islam, yakni kegemaran mendengarkan lagu dan musik. Melalui kegemaran itu berbagai budaya lain yang merusak merambati relung-relung kehidupan generasi Islam. Sebagian besar dari mereka menganut budaya moderen yang hingar bingar penuh sensasi dan pertarungan reputasi, masih pula membaur dengan seribu satu jenis dan bentuk kemaksiatan yang terkadang sudah menjadi agama mereka. Seni musik, sastra dan tari dalam Islam sebenarnya telah mempunyai ketentuan tersendiri yang kat’i. Segala bentuk ekspresi dan pelahiran nilai estetika dari setiap orang mempunyai aturan sesuai dengan norma dan tata nilai yang berlaku. Namun sejauh mana hal tersebut menjadi sebuah konsep baku, sampai hari ini Majlis Ulama belum pernah mengeluarkan fatwa tentang ketentuan khusus seperti halnya ketentuan menyangkut halal dan haramnya makanan. Sejak zaman kekuasaan Dinasti Muawiyyah tahun 661-749 M dan kekuasaan Dinasti Abbasiyah tahun 749-1200 M hingga zaman moderen saat ini, pembicaraan tentang Tamaddun seni dan kebudayaan dalam Islam memang tidak pernah selesai mewarnai gerak dinamika kehidupan muslim. Oleh kaum modernisme orientalis seni kerap dijadikan sebagai tameng terhadap penyempitan pemahaman ajaran Islam, sehingga berbagai kajian dan penelitian tentang kesenian Islam Seni Islam terus dilakukan. Dari segi objek penelitian, menurut Sayyed Hossein Nasr1987, seni Islam sebenarnya telah menjadi bahan studi para sarjana Barat sejak abad kesembilan belas dan para sarjana Muslim yang berpendidikan Barat selama beberapa dekade, setelah itu seni Islam menarik perhatian masyarakat luas sejak dua atau tiga dekade yang lalu. Banyak karya mengenai sejarah, teknik penciptaan, lingkungan sosial dan aspek-aspek lainnya dari seni Islam yang diterbitkan dalam berbagai bahasa di Erofa. Beberapa terbitan itu berpegang teguh pada signifikansi dan makna spiritual yang asli, walaupun jumlahnya hanya sedikit sekali. Selain itu tulisan-tulisan T. Burckhardt, yang memberikan penjelasan khusus mengenai demensi intelektual, simbolisme dan demensi-demensi spiritual Islam, sangatlah sedikit karya yang memandang seni Islam sebagai manifestasi bentuk-bentuk realitas spiritual al-haqa’iq wahyu Islam itu sendiri karena diwarnai oleh pengejawantahannya yang bersifat duniawi dan menyalahi hukum Islam. Terlebih ketika goyangan seni tari Inul Daratista, photo ekpresi dan foese Anjasmara serta sejumlah selebriti kita mencuat kepermukaan dan menjadi bahan pembicaraan yang hangat, hingga melahirkan pro dan kontra tentang lahirnya Rancangan Undang-Undang Anti Pornografi dan Pornoaksi. Dari sudut pandang para seniman dengan mengatasnamakan kebebasan berekpresi hal tersebut sebenarnya bukanlah satu hal yang perlu diperdebatkan, tetapi dari segi intensitas, media yang digunakan dan mayoritas masyarakat pengguna media terbut adalah umat Islam, maka hal itu dapat menjadi bumerang. Islam sendiri sebenarnya adalah agama yang realistis. Islam memperhatikan tabiat dan kebutuhan manusia, baik jasmani, rohani, akal dan perasaannya, sesuai dengan kebutuhan manusia dalam batasan-batasan yang seimbang. Jika olah raga kebutuhan jasmani, beribadah sebagai kebutuhan rohani, ilmu pengetahuan sebagai kebutuhan akal, maka seni merupakan kebutuhan rasa intuisi, yaitu seni yang dapat meningkatkan derajat dan kemulyaan manusia, bukan seni yang dapat menjerumuskan manusia dalam kehinaan. Bagaimana sebenarnya ekpresi yang islami dan apa dalil-dalil yang mendukung kesenian dan budaya dalam kehidupan muslim? Pertanyaan ini secara sepintas akan terjawab dengan hadirnya buku “HADIS HADIS KEBUDAYAAN” terbitan Desantara Jakarta. Buku yang dieditori oleh Ahmad Tohari dan Bisri Efendi ini berbicara tentang seni dan budaya dalam Islam dengan menghadirkan tidak kurang dari 71 Hadis yang berkaitan langsung dengan seni dan budaya di masa Nabi, khususnya seni tarik suara dan seni musik. Dalam hal berekpresi, Ahmad Tohari pada bagian pengantarnya mengatakan bahwa sesungguhnya umat Islam tidak berbeda dengan umat yang hidup dengan karunia akal budi dan perasaan. Dengan kedua hal tersebut setiap manusia mampu berpikir dan merasakan segala hal yang tertangkap oleh panca indera, serta berkreasi dalam berbagai bentuk ciptaan dan penemuan, baik yang non seni maupun yang bersifat seni. Dengan kata lain umat Islam mempunyai hak dan posisi yang sama dengan umat lain dalam hal seni dan berkesenian. Hal ini sesuai dengan konsep ajaran Islam yang terdapat dalam salah satu ayat Alquran yang memerintahkan manusia untuk memanfaatkan faktor estetika yang telah dikaruniakan kepadanya Surat A-Nahl78. Bahkan Allah Swt sendiri mengakui bagaimana peran sebuah hasil karya seni seperti syair puisi dapat menjadikan sang penyairnya menjadi penghuni neraka atau penghuni surga. Demikian urgen dan pentingnya kedudukan seni serta seniman itu sendiri dalam merubah dan menciptakan sebuah kebudayaan, hingga Allah Swt sendiri mencantumkan nama salah satu surat dalam Al-Quran dengan jenis profesi kesenimanan, yaitu surat Asy-Syu’Ara Para Penyair. Bagaimana berkesenian; berekpresi, bermain musik, bertari dan bernyanyi pada zaman Rasul ? Buku kecil dengan 64 halaman ini menjadi wajib untuk dibaca, karena ia mencoba mengaktualisasikan sejumlah kejadian dan momen-momen di mana Rasul ikut menikmati, melihat dan mendengarkan ketika beberapa sahabat mengekpresikan nilai estetikanya dengan bermain musik. Rasul-pun seolah mebolehkan dan tidak terkesan melarang ketika sejumlah wanita bermain musik, bernyanyi dan menari dalam sebuah acara perkawinan yang dihadiri oleh Rasul sendiri. Buku ini menampilkan kejadian sejarah tentang awal mula dibolehkankannya bermain musik melalui Hadis-Hadis Nabi yang dari segi periwayatannya tergolong shahih. Baik dari segi sanad maupun matannya. Perdebatan tentang seni musik dalam Islam secara khusus memang telah dibicarakan oleh Dr. Ysuf Al-Qardlawy melalui bukunya Figh Al-Ghina wa alMusiqi fi Dhau-I Al-Qur’an wa As-Sunnah Piqih Musik dan Lagu Perspektif Al-Qr’an dan As-Sunnah terbitan Maktabah Wahbah, Kairo 2001, dan buku Tahrim Alatit Tharab Polemik Seputar Hukum Lagu dan Musik tulisan Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani terbitan Dar Ash-Shiddiq, Saudi Arabia 1999. Kedua buku tersebut berusaha menjelaskan bagaimana seni musik Islam bermula, berkembang dan digemari serta bagaimana hukum-hukumnya berdasarkan sejumlah dalil ayat Al-Quran dan Sunnah Nabi. Namun secara spesifik kehadiran buku HADIS-HADIS KEBUDAYAAN lebih kepada merangkum sejumlah Hadis-Hadis Nabi yang secara khusus menggambarkan keterlibatan Rasul dalam musik, ketika para sahabat mencoba memainkannya dihadapan Nabi. Menariknya buku ini adalah tentang kumpulan Hadis-Hadis yang menggambarkan Nabi sebagai penikmat sekaligus sebagai apresian dari musik itu sendiri saat itu. Kehadiran buku ini dalam khasanah keilmuan dan refrensi seni dan kebudayaan Islam sangatlah berarti. Selain sebagai bahan rujukan baru tentang kehidupan Rasul, juga dapat menjadi bahan refrensi penting tentang pengkondisian-pencarian eksistensi kesenian dalam Islam. Karena masih banyak masyarakat muslim yang belum mengerti dan faham bagaimana sebenarnya sebuah kebudayaan, khususnya seni diciptakan, diekpresikan dan dinikmati dengan tidak melanggar norma-norma ajaran agama. Buku ini dibagi ke dalam dua bagian utama. Yang pertama menyangkut sekumpulan Hadis tentang kesenian, dan yang kedua sekumpulan Hadis tentang Pluralitas dan toleransi. Buku ini sendiri tampaknya memang sengaja tidak memberi analisa-analisa dan penjelasan lebih jauh dan berarti tentang isi serta relefansi dalil-dalil Hadis dengan realita dunia seni Islam saat ini, sehingga memberi kesan sekaligus tantangan kepada pembaca untuk menginterfestasi, men-tafsir, mengapresiasi sendiri dalil-dalil Hadis tersebut sebagai rambu-rambu sekaligus sebagai bahan rujukan yang signifikan dalam dunia berkebudayaan dan berkesenian . Wallahu’A’lam. Artikel ini telah dimuat di Harian Umum Analisa Medan Sumatera Utara, pada bulan Maret 2007. Comments comments
TentangHadits Nabi, 'Yang Lebih Berbahaya Daripada Dajjal'. Dalam kajian kitab Bidayatul Hidayah di Masjid Al-Edros Langensari, Kota Banjar, Jawa Barat, Ahad (12/5), Kiai Muhammad Idris menjelaskan, ada makhluk yang paling dikhawatirkan oleh Rasulullah Saw ketimbang dajjal.
ArticlePDF Available AbstractThere is a lots of local traditions arab wisely maintained and preserved by the Prophet. It’s like, the pilgrimage to Mecca, the rule of law marriages, deaths, versification, and many more. All of this can be found in many Hadith are scattered in the books of hadith. The Prophet is in order to reconcile Islam with the forces of the local Arab culture, it is done so that the local Arab culture is not lost. Thus, the face of Islam as a religion that rahmatan li al-'Alamin, a religion that has a high appreciation of the tradition will be seen. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. KEARIFAN DIALOGIS NABI ATAS TRADISI KULTURAL ARAB Sebuah Tinjauan Hadis Syaikhudin STAIN Blambangan Abstract There is a lots of local traditions arab wisely maintained and preserved by the Prophet. It’s like, the pilgrimage to Mecca, the rule of law marriages, deaths, versification, and many more. All of this can be found in many Hadith are scattered in the books of hadith. The Prophet is in order to reconcile Islam with the forces of the local Arab culture, it is done so that the local Arab culture is not lost. Thus, the face of Islam as a religion that rahmatan li al-'Alamin, a religion that has a high appreciation of the tradition will be seen. Kata kunci Tradisi Arab local, dialog, rekonsiliasi, apresiasi, hadis. A. Pendahuluan iyakini sepenuhnya Islam adalah agama yang sempurna dan bersifat universal. Tidak seorang pun bisa dikatakan sebagai muslim yang baik jika masih menyisakan keraguan atas kesempurnaan dan universalitas Islam tersebut. Di sisi lain, disadari pula bahwa Islam adalah agama yang tidak bisa dilepaskan dari tradisi kultural Arab sebagai tempat kelahirannya. Islam datang sebagai respon atas keadaan yang bersifat khusus di tanah Arab. Seperti diutarakan Zainul Milal Bizawie, Islam adalah agama yang sebenarnya lahir sebagai produk lokal Arab -tepatnya daerah Hijaz- yang kemudian diuniversalisasikan dan ditransendensi sehingga kemudian menjadi Islam universal. Oleh karenanya, seberapa pun kita meyakini bahwa Islam itu wahyu Tuhan yang universal dan ghaib, toh akhirnya dipersepsi D 188 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 oleh si pemeluk sesuai dengan pengalaman, problem, kapasitas intelektual, sistem budaya, dan segala keragaman masing-masing pemeluk di dalam Umar bin Khattab, sebagaimana dikutip Abu Hapsin mengatakan bahwa Arab adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi pra-Islam ini telah banyak diadopsi dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Islam baik yang terkait dengan ritus, sosial kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum dan sebagainya. Dalam hal yang menyangkut ritual keagamaan, misalnya pelaksanaan ibadah haji, umrah, pengagungan terhadap Ka’bah, kesucian bulan-bulan haram dan pertemuan umum pada hari Jum‟at, merupakan contoh-contoh ritus pra Islam yang kemudian diadopsi oleh Islam setelah dilakukan modifikasi melalui ijtihad Nabi maupun wahyu al-Qur’an. Karena itu, jika ada klaim kesempurnaan dan universalitas Islam hingga pada taraf menafikan arti penting memahami tradisi pra-Islam, itu sama halnya dengan memanipulasi Banyak para sejarawan muarrikhun menjadikan gap antara Islam dan tradisi Arab pra Islam dengan demarkasi moral dan ideologis yang sangat kontras. Masyarakat Arab pra Islam dipersepsikan sebagai masyarakat jahiliyah, kemudian Islam datang sebagai juru selamat yang membebaskan. Untuk beberapa hal, klaim tersebut memang tidak sepenuhnya salah. Akan tetapi generalisasi ini telah memberikan pengaruh negatif dalam menumbuh-kan kritisisme sejarah. Ketersambungan tradisi antara masyarakat pra Islam dan pasca Islam menjadi fakta sejarah yang terabaikan. Akibatnya proses inkulturasi dan akulturasi tradisi Arab pra Islam dengan Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang tidak penting untuk dikaji. Atau, kalaupun dikaji, terkadang terjadi kekeliruan verifikasi dan penafsiran. Oleh dari pada itu, persentuhan Islam dengan tradi Arab inilah yang kemudian coba didiskusikan dalam tulisan ini. Khususan, berusaha melacak sejauhmana hubungan dialektis antara Islam perdana dengan tradisi kultural lokal masyarakat Arab saat itu melalui perspektif hadis-hadis Nabi. Dipilihnya hadis adalah semata-mata mengingat hadis merupakan data 1 Zainul Milal Bizawie, “DialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islam” dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun 2003, 34. 2 Abu Hapsin, “Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa” dalam http// Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 189 historis yang mencatat langsung relasi Nabi dan masyarakatnya dengan aneka macam tradisi kulturalnya saat itu. B. Rekonsiliasi Islam terhadap Tradisi Kultural Lokal Isu klasik tentang apakah agama menjadi bagian dari kebudayaan, ataukah kebudayaan yang menjadi bagian dari agama tetap menarik diperbincangkan hingga kini. Seperti dikatakan para antropolog dan sejarawan, agama merupakan bagian dari kebudayaan religion is a part of every known culture. Mereka memandang kebudayaan sebagai titik sentral kehidupan manusia, dan mereka tidak membedakan antara agama/ kepercayaan yang lahir dari keyakinan masyarakat tertentu dengan agama yang berasal dari wahyu Tuhan kepada para rasul-Nya. Sebaliknya, para agamawan, umumnya memandang agama sebagai sumber dan titik sentral kehidupan manusia, terutama yang ada kitannya dengan sitem keyakinan credo dan sistem peribadatan ritus. Agama mempunyai doktrin-doktrin yang mengikat pemeluknya, dan diantara doktrin tersebut ada yang bersifat dogmatis, yang tidak mungkin ditukar dengan tradisi dan sistem budaya yang berlawanan. Meski begitu, di kalangan mereka ada yang meyakini bahwa dalam agama terdapat koridor yang memungkinkan adanya penyesuaian atau penyerapan antara agama dengan tradisi dan budaya yang berlaku di suatu masyarakat. Sehingga di situ terjadi proses saling mengisi, saling mewarnai dan saling Dalam Islam sendiri, tradisi kultural lokal biasa diasosiasikan dengan al-urf atau al-a>dah. Meski ada yang membedakan, namun umumnya para ulama mengartikan keduanya dalam pengertian yang sama, karena secara substantif keduanya memiliki makna sama, meskipun dengan ungkapan yang Adat al-a>dah adalah sebuah kecenderungan berupa ungkapan 3 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jama’ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU Jakarta Lantabora Press, 2006, hlm. 266. 4 Seperti Shalih ibn Ghanim yang menyatakan bahwa meskipun antara al-a>dah dan al-urf dari segi bahasa terdapat kesamaan, namun keduanya mempunyai perbedaan yang cukup signifikan dari segi mafhumnya. Menurutnya, al-a>dah lebih umum dari al-urf. Al-a>dah mencakup segala jenis kebiasaan yang berulang-ulang, baik berupa perkataan maupun perbuatan, baik berasal dari individu maupun kelompok dan tanpa memperdulikan apakah kebiasaan itu baik ataukah jelek. Sementara cakupan al-urf hanya mencakup apa yang dianggap baik dan benar oleh manusia secara umum al-a>dah al-ammah yang dilakukan 190 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 atau pekerjaan pada satu obyek tertentu, sekaligus pengulangan akumulatif pada obyek pekerjaan dimaksud, baik dilakukan oleh pribadi atau kelompok. Akibat pengulangan itu, ia kemudian dinilai sebagai hal yang lumrah dan mudah dikerjakan. Aktifitas itu telah mendarah daging dan hampir menjadi watak Adapun al-urf seperti dikatakan Wahbah Az-Zuhaili adalah suatu perbuatan ataupun ucapan yang telah menjadi kebiasaan dan dikenal oleh masyarakat yang berlaku secara Para ulama’ umumnya membagi tradisi kultural ini menjadi dua kategori, yaitu pertama, tradisi kultural positif A>dat shahi>h, yakni tradisi yang tidak bertentangan dengan dalil syar’i, tidak menghalalkan sesuatu yang haram, tidak membatalkan sesuatu yang wajib, tidak menggugurkan cita kemaslahatan, serta tidak mendorong timbulnya suatu kerusakan. Tradisi kultural semacam ini harus dilestarikan. Bahkan, segala sesuatu yang sudah difahami oleh masyarakat meski itu tidak menjadi tradisi, tetapi telah menjadi kesepakatan dan dianggap sebagai kemaslahatan serta tidak bertentangan dengan syara’ maka harus dipelihara; Kedua, tradisi kultural negatif a>dat fasi>d, yakni tradisi yang berlawanan dengan dalil syariat, atau menghalalkan keharaman maupun membatalkan kewajiban, serta mencegah kemaslahatan dan mendorong timbulnya kerusakan. Tradisi semacam ini tidak boleh dipelihara, karena pemeliharaan atas adat jenis ini akan berakibat rusaknya fondasi hukum-hukum syariat. Namun Abdul Wahab Khalaf menggaris bawahi bahwa apabila a>dat fasi>d termasuk kebutuhan primer dlaru>riya>t maka ia boleh dipelihara dan dijadikan acuan. Seperti dalam keadaan darurat dibolehkan melakukan hal yang sebenarnya diharamkan. Dan apabila a>dat fasi>d itu tidak dilakukan, maka kaum muslimin akan mengalami kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhan hidup Imam As-Syathibi, dengan bahasa yang sedikit berbeda sebagaimana dikutip Tholhah Hasan, membagi tradisi kultural menjadi dua macam, yaitu berulang-ulang sehingga menjadi kebiasaan. Lihat Shalih ibn Ghanim, Al-Qawaid al-Kubra Riyadl Dar Belensiah, tt, hlm. 335. 5 Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual Surabaya Khalista. 2009, hlm. 274. 6 Wahbah az-Zuhaili, Ushul Fiqh al-Islami Beirut Dar al-Fikr, 1986, hlm. 828. 7 Abdul Wahhab Khallaf, Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I Bandung Risalah, 1985, hlm. 133. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 191 1. Tradisi yang berdasarkan syara’, yakni tradisi yang dikuatkan oleh dalil syar’i, seperti dalam wujud kewajiban atau kesunatan, atau yang dinafikan oleh syara’ seperti dalam wujud keharaman atau kemakruhan. Bila berbentuk wajib atau sunnah harus dan baik melakukannya. Dan yang berwujud haram dan makruh harus meninggalkannya. 2. Tradisi yang berlaku dalam kehidupan masyarakat, tetapi syara’ tidak membuat ketetapan apapun, tidak melarang dan tidak menyuruh. Contohnya, “peringatan hari besar nasional”. Maka hal tersebut diserahkan kepada budaya dan maslahah dari masing-masing daerah. Apakah akan melakukannya atau Dalam lintasan sejarahnya, dialektika Islam dan tradisi kultural ini telah melahirkan wajah’ Islam yang bervariatif. Mulai dari varian Islam yang berskala lokal, semisal Islam Jawa, Islam Sasak, Islam Madura, dan seterusnya, hingga dalam ranah yang lebih besar seperti Islam Arab, Islam Iran, Islam Cina, Islam Amerika, Islam Indonesia, dan sebagainya yang masing-masing memiliki bangunan kebenaran sendiri-sendiri. Munculnya varian-varian Islam semacam ini tentu merupakan hal yang tak bisa terelakkan. Seperti dikatakan John L. Esposito ketika mengamati masalah relasi Islam dan budaya lokal di Asia Tenggara, bahwa antara Islam sebagai sistem kepercayaan dan budaya lokal adat memiliki keterikatan yang sangat erat dan tak dapat dipisahkan. Hubungan keduanya seperti zat dan Wajar bila kemudian, ketika Islam berkembang, ia tidak akan pernah betul-betul sama dari satu tempat ke tempat lainnya atau dari satu waktu ke waktu yang Seperti di Indonesia, Jawa khususnya, akan ditemukan model Islam yang sangat khas dan berbeda dengan yang ada di Arab selaku tempat kelahirannya. Ada tradisi berupa ritus-ritus yang biasa dilakukan dari sejak bayi dalam kandungan, pasca kelahiran, perkawinan hingga kematian dan pasca kematian. Misalnya ada upacara mitoni, yaitu selamatan pada saat kehamilan mencapai tujuh bulan, upacara puputan, selamatan pada saat sisa 8 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jama’ah, hlm. 211. 9 M. Tholhah Hasan, Ahlussunnah Wal-Jama’ah, hlm. 217. 10 Zainul Milal Bizawie, “DialektikaTradisi Kultural..., hlm. 35. 192 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 tali pusar bayi lepas, upacara midodareni, selamatan yang dilakukan di kediaman calon mempelai wanita pada malam upacara pernikahan untuk menebus kembar mayang oleh calon suami, upacara tahlilan dan yasinan yang dilaksanakan sejak hari pertama kematian hinga hari ke tujuh, dan banyak lagi ritus-ritus lainnya yang sama sekali tidak pernah ada precedence sebelumnya baik dari Rasulullah Muhammad saw. maupun para sahabatnya. Berbagai rekonsiliasi atau bahkan mungkin akulturasi ini, meminjam bahasa Gus Dur, adalah sebuah “pribumisasi Islam”. Yakni sebuah usaha untuk melakukan rekonsiliasi Islam dengan kekuatan-kekuatan budaya lokal, supaya ia tidak hilang. Sebab dengan beginilah wajah Islam sebagai agama yang rahmatan li al-alamin, agama yang mempunyai apresiasi tinggi terhadap tradisi, akan terlihat. C. Pergumulan Nabi Islam dan Tradisi Kultural Arab Khalil Abdul Karim, seorang pemikir asal Mesir, menyatakan bahwa banyak hal yang terkait dengan tradisi kultural lokal Arab pra-Islam yang diadopsi dan diakomodir untuk kemudian dijadikan sebagai bagian dari doktrin keagamaan Islam. Hasanuddin Hasymi, seperti dikutip Abu Hapsin, juga menyatakan hal yang sama. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa al-Qur’an maupun ijtihad Nabi Muhammad saw. tidak menghapus semua budaya yang telah mengakar dalam prikehidupan bangsa Arab. Yang dilakukan Nabi justru melakukan akulturasi dan inkulturasi dengan budaya setempat yang lebih memungkinkan adanya penerimaan masyarakat secara inklusif terhadap Islam. Kebanyakan hukum-hukum yang menyangkut perdata dan pidana, seperti biasa ditemukan dalam berbagai kitab fiqh, merupakan keberlanjutan dari hukum-hukum yang telah ada sebelum Islam. Di antara pranata sosial tersebut ada yang diterima secara total, ada yang diterima dengan modifikasi dan ada yang ditolak. Namun khusus untuk bidang mu’amalah dan pranata sosial kebanyakan diterima dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Tradisi haji misalnya. Sebelum kehadiran Islam, aktivitas ini dalam setiap~ tahunnya sudah dilaksanakan masyarakat Arab . Ka'bah di kota Makkah merupakan tempat yang selalu ramai dikunjungi oleh masyarakat 11 Mochammad Mu’izzuddin, “Kontribusi Dialek Quraisy Dan Dialek Tamim Terhadap Bahasa Arab Fushha Kajian Sosio-Psikolinguistik” dalam http// Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 193 Arab setiap tahunnya untuk melaksanakan ibadah haji dan mensucikan berhala-berbala mereka yang terdapat di sekitar Ka'bah. Bahkan, Ka’bah yang ada di Makkah ini bukan hanya diziarahi oleh suku-suku Arab, tetapi juga banyak dikunjungi oleh umat Yahudi dan Nasrani dari luar Begitu juga dalam hal berkabung karena kematian. Pada zaman Nabi dan para sahabatnya dulu, sudah ada budaya dan tradisi lokal Arab dalam tata cara berkabung apabila seseorang ditinggal mati oleh keluarganya. Wanita-wanita biasanya menangis histeris, menyakiti badan mereka, merobek-robek pakaian mereka dan lain sebagainya. Kemudian tradisi tersebut sebagian ditolelir oleh Islam, tetapi lainnya secara bertahap dihilangkan. Boleh menangis tetapi dilarang menjerit-jerit histeris sambil menyakiti badan atau merobek pakaian niyahah, boleh bersedih tetapi dilarang berlarut terlalu lama.                א      א                           א               א      א                       א          א             אא           א                     א                       א   א           א          א           א              א  א  אאא           א                          א            א                                        א                      א Dari Ibn Umar radhiallahu 'anhuma bahwasanya Rasulullah meninjau Sa'ad bin Ubadah dan besertanya Abdur Rahman bin Auf, Sa'ad bin Abu Waqqash dan Abdullah bin Mas'ud radhiallahu 'anhum. Kemudian Rasulullah menangis. Ketika orang-orang sama mengetahui tangisnya Rasulullah maka merekapun menangislah. Selanjutnya beliau bersabda "Adakah engkau semua tidak mendengar? Sesungguhnya Allah itu tidak akan menyiksa sebab adanya air mata yang mengalir di mata, tidak pula karena kesusahan hati, tetapi Allah menyiksa itu ialah dengan sebab perbuatan ini 12 Abu Hapsin, “Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa” dalam http// 194 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 ataupun Allah memberikan kerahmatannya." Beliau menunjuk kepada lisannya. Sesungguhnya mayit akan disiksa sebab ditangis keluarganya. Kemudian Umar memukulkan sebuah tongkat, melemparkan suah batu dan menaburkan Ritus Islam lain yang juga bermula dari tradisi masyarakat Arab pra-Islam bisa dilihat dari tradisi penghormatan terhadap bulan-bulan tertentu yang dalam al-Qur’an disebut dengan arba’atu hurum. Bulan-bulan dimaksud adalah bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharam dan Rajab. Dalam rentang waktu tiga bulan pertama, masyarakat Arab pra Islam menjadikannya sebagai waktu untuk berhaji, sementara bulan Rajab mereka manfaatkan untuk ibadah umrah. Itulah karenanya mereka mendeklarasikan bahwa pada bulan-bulan tersebut tidak boleh ada peperangan. Ketika Islam datang, tradisi pensucian keempat bulan itu pun dilanjutkan sebagaimana terekam dalam al-Qur’an, surat al-Taubah 36.        א    א      א             א          א אאאאאא           א     א            אאאא٣ي“Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah dua belas bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia menciptakan langit dan bumi, di antaranya empat bulan haram. Itulah ketetapan agama yang lurus, Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu, dan perangilah kaum musyrikin itu semuanya sebagaimana merekapun memerangi kamu semuanya, dan ketahuilah bahwasanya Allah beserta orang-orang yang Demikian halnya dengan tradisi puasa Asyura’. Sebagaimana diceritakan Aisyah, bahwa masyarakat Quraiys Arab sebelum kedatangan Islam telah terbiasa berpuasa Asyura’ 10 Muharram. א           א              א         א                   א                 א                  13 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 1221 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 14 QS. al-Taubah 36. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 195    א                                               א                             Dari Hisyam Ibn Urwah dari ayahnya, bahwa ’Aisyah ra. berkata ”Di zaman jahiliyah dahulu, orang Quraisy biasa melakukan puasa ’Asyura. Rasulullah saw. juga melakukan puasa tersebut. Tatkala tiba di Madinah, beliau saw. melakukan puasa tersebut dan memerintahkan manusia untuk melakukannya. Namun tatkala puasa Ramadhan diwajibkan, beliau meninggalkan puasa ’Asyura. Lalu beliau mengatakan Barangsiapa yang mau, silakan berpuasa. Barangsiapa yang mau, silakan meninggalkannya tidak berpuasa.”15 Bukan hanya suku Quraiys, umat Yahudi Madinah pun juga berpuasa Asyura’. Mereka meyakini pada bulan ini Allah menyelamatkan Nabi Musa dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Karena itu kemudian mereka memuliakan dan menetapkan tanggal 10 Muharram/Asyura’ untuk berpuasa sebagai wujud syukur atas pertolongan Allah tersebut.                                   א            א       אאאא           א            א            א    א    א       א                                                  א Dari Ibn Abbas ra. bahwa Nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu Asyuraa 10 Muharram. Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.” Maka beliau berpuasa dan memerintahkan umatnya untuk berpuasa.”16 Selain tradisi yang terkait dengan ritus, Islam juga banyak melakukan adopsi hukum-hukum baik pidana maupun perdata. Nikah, misalnya, dalam tradisi Arab pra-Islam merupakan lembaga yang sah untuk menyatukan laki-15 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 1863 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 16 Al-Bukha>ri>, S}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 3145 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 196 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 laki dan perempuan dalam ikatan keluarga. Banyak ragam pernikahan yang telah menjadi tradisi masyarakat Arab, seperti perkawinan mut’ah,17 al-syighar,18 al-tah}li>l,19 dan lain sebagainya. Namun beberapa model perkawinan ini ditolak oleh Nabi baca Islam karena tidak sejalan dengan nilai-nilai kehormatan wanita. Sebagaimana diriwayatkan Al-Bukha>ri> dan Muslim dalam kitab S}}ahi>h-nya, bahwa Nabi melarang pernikahan al-syighar.             א           א         א   א        א                      א       א             א     א          אאא Dari Nafi’, dari Ibn Umar, bahwa Rasulullah saw. melarang pernikahan syighar, yakni pernikahan di mana seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya kepada seorang laki-laki, dengan imbalan laki-laki itu memberikan pula anak perempuannya dan tidak ada mahar di antara א                              א    א אאאא Dari Ibnu Umar, bahwa Nabi saw. bersabda “Tidak ada pernikahan syigar dalam Islam.”21 17 Yaitu pernikahan yang dalam akad ditetapkan masa berlakunya untuk waktu tertentu kontrak. 18 Yaitu seorang laki-laki mengawinkan anak perempuannya atau saudara perempuannya dengan laki-laki lain tanpa menerima mahar, tetapi dengan imbalan laki-laki itu memberikan pula anak perempuan atau saudara perempuannya tukar-menukar anak atau saudara perempuan. 19 Yaitu suatu perkawinan antara laki-laki dan wanita yang telah ditalak tiga oleh suaminya dengan tujuan untuk menghalalkan kembali pernikahan antara wanita dengan bekas suaminya setelah dia ditalak oleh suaminya yang kedua. 20 Al-Bukha>ri>, S}h}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 4720 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 21 Muslim, S}ah}i>h Muslim, No. 2539 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 197 Begitu pun dengan pernikahan al-tah}li>l dan mut’ah Nabi secara tegas juga melarangnya. Beliau berkata        א                                                                  א               א         א            אא Dari I bn A bbas, dia berka ta b ah wa R asu lu lla h sa w Rasulullah melaknat muhallil dan muhlallal אאא                    א         א                                    א     אאאאאא 
Menceritakan kepadaku al-Rubai’ Ibn Sairah al-Juhani bahwa ayahnya telah bercerita kepadanya bahwa dia bersama Rasulullah, kemudian beliau bersabda “Hai manusia, sesungguhnya saya pernah mengizinkan kamu sekalian untuk mengawini wanita secara mut’ah. Dan sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal itu nikah mut’ah sampai hari kiamat. Barang siapa yang saat ini ada dari kalangan para istrinya yang dikawini secara mut’ah maka hendaklah dibatalkan akadnya. Janganlah kamu sekalian mengambil kembali apa yang telah kamu berikan kepada mereka para istri yang telah kamu kawini secara mut’ah itu.”23 Di antara model nikah masyarakat Arab pra Islam yang diterima dan kemudian dilanjutkan adalah nikah ba’ulah. Yakni, model pernikahan yang diawali oleh pihak laki-laki mengajukan pinangan terlebih dahulu yang biasanya dilakukan oleh ayahnya sendiri, pamannya, kakaknya atau boleh langsung dilakukan oleh calon mempelai. Pada saat nikah kemudian disyaratkan ada pernyataan ijab dan qabul. Pada saat pelaksanaan ikah mas kawin merupakan persyaratan yang mutlak harus ada. Setelah terjadi pernikahan, suami bertanggungjawab untuk pengadaan rumah serta 22 Ibn Ma>jah, Sunan Ibn Ma>jah, No. 1924 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 23 Muslim, S}ah}i>h Muslim, No. 2502 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 198 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 kebutuhan hidup lainnya. Kalau kelak memiliki keturunan, maka keturunan itu harus dinisbatkan kepada Disamping tadisi ritus dan pranata sosial, tradisi kultural yang tidak kalah mendapat perhatian Nabi adalah tradisi menggubah syair. Jamak diketahui, masyarakat Arab pra Islam adalah masyarakat yang kental akan tradisi syair-menyair. Syair pada masa Arab jahiliyah mempunyai tempat yang tinggi. Dengan syair orang arab biasanya menyampaikan ide-idenya. Bahkan tak sedikit dari mereka yang menjadikan syair sebagai mata pencaharian untuk mendapatkan kekayaan yang berlimpah. Rasulullah Muhammad, yang notabene adalah bagian dari masyarakat Arab itu sendiri pernah mengkritik terkait persoalan syair ini. Seperti dalam sebuah hadis riwayat al-Bukhari, beliau menyatakan bahwa lebih baik mulut seseorang itu penuh dengan nanah ketimbang penuh dengan puisi.              א           א                                    א                                               אא   א Dari Ibn Umar dari Rasulullah saw, beliau bersabda “Lebih baik mulutmu diisi nanah daripada diisi syair puisi.25 Kritik atau pelarangan Nabi atas syair dalam hadis ini menurut Syuhudi Ismail sebenarnya lebih karena sebuah respon atas sebuah kasus yang menimpa Nabi. Secara historis asbab al-wurud hadis ini terkait dengan suatu peristiwa perjalanan Nabi ketika dirinya ada di kota al-A’raj, sekitar 78 mil dari Madinah. Kota itu merupakan tempat pertemuan berbagai jurusan. Berbagai budaya, antara lain yang berupa syair bertemu di kota ini. Kemudian, Tiba-tiba di hadapan Rasulullah, ada seseorang yang mende-klamasikan sebuah syair. Menurut al-Nawawi, syair yang dideklamasikan itu kemungkinan isinya tidak sopan asusila, atau mungkin penyairnya orang kafir. Karenanya Nabi menyatakan celaan terhadap syair sebagaimana termaktub dalam sabdanya di atas. Oleh karena itu, pelarangan Nabi 24 Abu Hapsin, “Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa” dalam http// 25 Al-Bukha>ri>, S}}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 5688 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 199 terhadap syair dalam konteks ini adalah lebih bersifat responsif terhadap hal yang temporal bukan pelarangan yang bersifat Sebab sejatinya, Nabi sendiri merupakan sosok manusia yang mencintai seni dan menggemari syair. Bahkan, beliau mendorong sahabatnya untuk menyusun dan melantunkan syair. Beliau bangga kalau syair digunakan sebagi alat dakwah dan membuka ajaran Islam. Hal ini dilmaksudkan agar umat Islam mendapat motivasi dan semangat tinggi dalam menjalankan tugas sucinya, berjihad. Seperti dalam sebuah hadis riwayat Ahmad Ibn Hanbal Nabi menyatakan bahwa orang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya.       א            א                  א                          א        אא                                  אא    א                       א                               א            אא Menceritakan kepadaku Abd al-Rahman Ibn Abdillah Ibn Ka’ab, sesungguhnya Ka’ab Ibn Malik ketika Allah menurunkan ayat 69 dari surat Yasin27 tentang syi’ir kemudian Nabi datang dan bersabda “Sesungguhnya Allah menurunkan ayat tentang syi’ir yang sungguh telah kalian ketahui dan lihat. kemudian Nabi juga bersabda Bahwasannya orang mukmin berjihad dengan pedang dan lisannya.”28 Ibnu Hajar dalah kitab syarah-nya menceritakan bahwa pada satu waktu Nabi pernah mendengarkan sahabatnya mendendangkan sebuah syair dan cerita jahiliah. Tetapi, beliau membiarkannya dan hanya tersenyum saja. Cerita Ibn Hajar ini salah satunya bisa ditemukan dalam hadis riwayat al-Tirmizi berikut ini. 26 Syuhudi Ismail, Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual Jakarta Bulan Bintang, 1994, hlm. 60-61. 27                                       א 28 Ah}mad ibn H}anbal, Musnad Ah}mad, No. 15225 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 200 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012                                             א                     א       א                                                א                                א Dari Jabir Ibn Samrah, dia berkata saya duduk bersama Rasulullah lebih dari seratus kali. suatu kali ada di antara sahabat-sahabatnya saling membaca syair dan saling membicarakan hal-hal tentang cerita-cerita jahiliyah. Tetapi Nabi diam saja serta sesekali tersenyum bersama mereka.”29 Bahkan dalam hadis yang lain diceritakan bahwa Nabi tidak hanya tersenyum, tetapi ia juga mengatakan bahwa di dalam syair ada hikmah-hikmah yang terkandung di dalamnya. א   א                      א                                   א        א                א      א  אא     א               Sesungguhnya Ubay Ibn Ka’ab memberitakan bahwa Rasulullah saw. bersabda “Sesungguhnya sebagian dari syair itu adalah hikmah.”30 Berbagai interaksi Nabi ini cukup membuktikan bahwa ketika dia bergumul dengan tradisi kultural Arab yang melingkupinya mencoba melakukan dialog yang searif mungkin. Terkadang beliau menolak, tetapi tidak sedikit pula yang beliau terima walau tak jarang juga ada modifikasi-modifikasi tertentu. Semua ini menjadi arti bahwa kehadiran Muhammad sebagai Nabi merupakan respon terhadap situasi sosial masyarakat Arab dalam rangka berdialektika dengan aneka budayanya. Tidak dalam rangka mendekontruksinya. D. Simpulan Agama dan kebudayaan secara ontologism berbeda. Agama seperti yang diyakini oleh pemeluknya berasal dari Tuhan, sedangkan kebudayaan 29 Al-Tirmiz\i>, Sunan al-Tirmiz\i>, No. 2777 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. 30 Al-Bukha>ri>, S}}ahi>h al-Bukha>ri>, No. 5679 dalam CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Syaikhudin, Kearifan Dialogis Nabi atas Tradisi Kultural Arab 201 berasal dan berpangkal pada manusia. Sungguhpun demikian, agama dan kebudayaan tidak bisa dilepaskan dari manusia. Agama diturunkan untuk manusia sebagai pedoman moral dan petunjuk tujuan hidup yang sebenarnya. Untuk itu diperlukan pemahaman dan penafsiran manusia terhadap agama dalam menjalani kehidupannya dan kebudayaannya. Pemahaman dan penafsiran ini secara sempurna dicontohkan oleh Nabi ketika dirinya berdialektika dengan tradisi kultural lokal Arab. Mulai dari ritus keagamaan, interaksi sosial, hingga hukum perdatata dan pidana diarifi dengan searif mungkin. Kalau tradisi tersebut dinilai bertentangan dengan nilai-nilai ketuhanan dan kemanusiaan, maka Nabi akan menolaknya. Tetapi bila tidak, Nabi akan menerima dan bahkan terus mentradisikannya. Daftar Pustaka Abdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual. Surabaya Khalista. 2009. Az-Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-Fikr, 1986. Bizawie, Zainul Milal. “DialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islam” dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun 2003. CD-ROM Mausu>'ah al-Hadi>s\ al-Syari>f al-Kutub al-Tis'ah, Global Islamic Software, 1997. Ghanim, Shalih ibn. Al-Qawaid al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, tt. Hapsin, Abu “Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa” dalam http// Hasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jama’ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta Lantabora Press, 2006. Ismail, Syuhudi Hadis Nabi yang Tekstual dan Kontekstual. Jakarta Bulan Bintang, 1994. Khallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I. Bandung Risalah, 1985. 202 ESENSIA Vol. XIII No. 2 Juli 2012 Mu’izzuddin, Mochammad. “Kontribusi Dialek Quraisy Dan Dialek Tamim Terhadap Bahasa Arab Fushha Kajian Sosio-Psikolinguistik” dalam http// Wahid, Abdurrahman. Islamku, Islam Anda, Islam Kita Agama Masyarakat Negara Demokrasi. Jakarta The Wahid Institute, 2006. ... Akibatnya proses inkulturasi dan akulturasi tradisi Arab pra-Islam dengan tradisi Islam dianggap sebagai fakta sejarah yang tidak penting untuk dikaji. 9 Umar bin Khattab, sebagaimana yang dikutip dari Abu Hapsin mengatakan bahwa Arab adalah bahan baku Islam. Artinya, tradisi pra-Islam telah banyak diadopsi dan kemudian diintegrasikan menjadi bagian dari Islam yang baik dan terkait dengan ritual, sosio-kemasyarakatan, politik, ekonomi, hukum dan lain sebagainya. ...Rino ArdiansyahTulisan ini bertujuan untuk menguraikan pandangan sunnah yang berasal dari tradisi masyarakat Pra-Islam sampai kepada pasca-Imam asy-Syâfî‟i. Peralihan perkembangan definisi sunnah yang terjadi pasca kemunculan Islam, terjadi kare3na perubahan contoh serta pelembagaan yang ditiru masyarakat Arab pasca-Islam. Meskipun terjadi peralihan contoh dari fase sebelumnya, akan tetapi ada beberapa tradisi masyarakat Arab pra-Islam yang tetap di adopsi dan contoh oleh Nabi Saw. Sunnah kemudian bertranformasi menjadi ijtihad para sahabat. Fase ini yang kemudian menyebabkan sunnah menjadi rujukan kreatif pada masa setelahnya. “sunnah yang hidup" kemudian muncul sebagai slogan yang di promosikan oleh pemikiran para Imam madzhab awal. Mereka merujuk kepada tradisi yang di verifikasi secara turun menurun dari masa sahabat. Kelemahannya, mereka mengabaikan hadis Ahad yang kemudian di kritisi langsung oleh Imam asy-Syâfî‟i. Menurut pemikiran Syâfî‟I, sunnah yang hidup merupakan sunnah yang datangnya dari Nabi Saw. bukan sebuah hasil dari Ijtihad. Dalam tulisan ini, asy-Syâfî‟I juga menguraikan jawaban atas tuduhannya terhadap pengabaian hadis-hadis Ahad. Sehingga pada periode setelahnya sunnah tidak lagi diperdebatkan seperti yang telah terjadi pada masa MunawirMusta’in Musta’inProphet Mohammed’s interpersonal communication is an appealing topic to study not only the way the communication is conveyed but also the effectiveness of the communication. Though his assignment as a messenger of God was relatively short, around 23 years, he was able to communicate his Islamic messages teachings to the Arab community successfully. He turned the Arabs from rejecting and confronting Islam into accepting and defending it. There are factors contributing to this success, and one of them is his interpersonal communication skill. This study attempts to describe Mohammed’s interpersonal communication through a deep investigation into dialogic prophetic traditions hadith. This study employs a descriptive-inferential method and a subjective communicative approach. The theory used in this study is that of interpersonal communication. The findings reveal five qualities supporting the effectiveness of Mohammad’s interpersonal communication in his dialogic hadiths. They are openness, empathy, supportive attitudes, positive attitudes, and equality. Ahmad Agis MubarokThis article focused on studying the socio-political history of Arabia from Roman-Persian hegemony to the rise of Islamic Arabs. The study was motivated by the historical disintegration developed among academics. History was understood in a variety of ways without clear accentuation of the developing storyline. Previous studies did not explain in detail about the social-political history of Arabia. In this way, it was necessary to re-emerge Arab social-political history with different perspectives, methods and systematic discussion, so that it was interesting to read. In this article, the author used the method of biographical and bibliographic history, a method that analyzed the nature, character, and influence of a civilization to then, it was interpretd and generalized the historical facts that surround it. The data sources were obtained from books on Arab and Islamic history, such as the book History of the Arabs by Philip K. Hitti, Ali Jawwad's Arabic History before Islam, Sirah Nabawiyah by al-Buthy, History of the Islamic Society by Hamka. The results indicated that the Arabs had a hard character, independent, solidarity, and royality towards their groups. Arab social-political atmosphere were colored by political intrigue over the struggle for influence between the three major powers of the world at that time, namely Roman, Persian, and South Arabian kingdoms under the rule of the Himyar dynasty. The rise of Arabia was marked by the birth of Islam in Hijaz. Arabic when Islam was born had great influence and civilization in the economic, social, political, cultural and scientific fields. Keyword Socio-Political, Roman-Persian, Arab NationMOCHAMMAD MU'IZZUDDINKelahiran bahasa Arab fushha di jazirah Arab tidak tidak bisa dilepaskan dari dialek-dialek yang telah berkembang semenjak pada masa pra-Islam masa jahili. Diantara dialek yang dianggap ikut andil besar terciptanya bahasa Arab Fushha, menurut beberapa linguis Arab dalam kajian dialek-dialek bangsa Arab, adalah dialek Quraisy dan dialek ini berusaha untuk mengungkap kontribusi dialek Quraisy dan dialek Tamim terhadap kelahiran dan perkembangan bahasa Arab fushha. Selain akan dibahas tentang perbedaan kedua dialek tersebut dalam memberikan kontribusi terhadap kelahiran bahasa Arab fushha, tulisan ini juga mengekplorasi faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perbedaan Quraisy yang berasal dari kabilah Quraisy yang menduduki kota Mekah dan telah mendapatkan tempat yang utama di antara dialek-dialek Arab Utara, merupakan kontributor utama kelahiran bahasa Arab Fushha melalui bahasa al-naqsy dan sastra jahili. Sedangkan dialek Tamim yang berasal dari kabilah Bani Tamim yang dinisbatkan kepada Tamim bin Mur bin Adbin Tharikhah bin Ilyas bin Mudlar bin Nazar bin Ma'ad bin Adnan memberikan kontribusi melalui bentuk suara fononologi, bentuk kata, dan bentuk umumnya, para linguis sepakat bahwa dialek Quraisy memberikan kontribusi lebih besar dari pada dialek Tamim dalam pembentukan Arab fushha. Hal itu disebabkan oleh beberapa keunggulan yang dimiliki kabilah Quraisy, yakni kekuasaan agama, kekuatan perekonomian, kekuatan politik, dan kekuatan Haq DkkAbdul Haq dkk., Formulasi Nalar Fiqih, Telaah Kaidah fiqih Konseptual. Surabaya Khalista. Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-FikrWahbah Az-ZuhailiAz-Zuhaili, Wahbah. Ushul Fiqh al-Islami. Beirut Dar al-Fikr, Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi IslamZainul BizawieMilalBizawie, Zainul Milal. "DialektikaTradisi Kultural Pijakan Historis dan Antropologis Pribumisasi Islam" dalam Jurnal Tashwirul Afkar, No. 14 Tahun al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, ttShalih GhanimIbnGhanim, Shalih ibn. Al-Qawaid al-Kubra. Riyadl Dar Belensiah, Wal-Jama'ah Dalam Persepsi dan Tradisi NUM HasanTholhahHasan, M. Tholhah. Ahlussunnah Wal-Jama'ah Dalam Persepsi dan Tradisi NU. Jakarta Lantabora Press, Hukum IslamAbdul KhallafWahhabKhallaf, Abdul Wahhab. Kaidah-kaidah Hukum Islam, vol. I. Bandung Risalah, Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa" dalamAbu HapsinHapsin, Abu "Islam Dan Budaya Lokal Ketegangan antara Problem Pendekatan dan Kearifan Lokal Masyarakat Jawa" dalam http//
\n \n hadis nabi tentang kebudayaan
Berikutadalah 40 kata mutiara islami yang bisa dijadikan panduan dalam hidup, yang disarikan dari sejumlah hadis dan nasihat ulama. 1. "Untuk mendapatkan apa yang Anda suka, pertama Anda harus bersabar dengan apa yang Anda benci." – Imam Al Ghazali.
Uploaded byNurus Syifaul Muhtar 0% found this document useful 0 votes1K views6 pagesDescriptionqwqwCopyright© © All Rights ReservedAvailable FormatsDOC, PDF, TXT or read online from ScribdShare this documentDid you find this document useful?Is this content inappropriate?Report this Document0% found this document useful 0 votes1K views6 pagesAyat Dan Hadist KebudayaanUploaded byNurus Syifaul Muhtar DescriptionqwqwFull descriptionJump to Page You are on page 1of 6Search inside document You're Reading a Free Preview Pages 4 to 5 are not shown in this preview. Buy the Full Version Reward Your CuriosityEverything you want to Anywhere. Any Commitment. Cancel anytime.
PenjelasanAl-Quran yang diikuti dengan teladan-teladan yang telah dipraktikkan oleh Nabi Muhammad saw. membuktikan bahwa toleransi telah menjadi keniscayaan sejak masa sebelum globalisasi. Karenanya, Prof. Dr. M. Quraish Shihab menegaskan dewasa ini, di era globalisasi, dunia diibaratkan telah menjadi bagaikan 'desa kecil' atau dalam istilah
Maknatersebut disepakati oleh para ulama merupakan waktu magrib hingga menjelang awal waktu isya’. Dari hadis tersebut dapat disimpulkan, bahwa pada waktu magrib hingga menjelang awal waktu isya’ dianjurkan untuk tidak keluar rumah. Selain itu, nabi Muhammad juga menganjurkan untuk menutup pintu-pintu rumah, menutup wadah air minum Hadisyang fungsinya sebagai tabayyun al-Qur’an dan juga sebagai sumber hukum juga berbicara tentang malu adalah bagian dari iman. Misalnya hadis riwayat Abu> Da>wud yang menjelaskan bahwa Iman itu terdiri dari tujuh puluh bagian. Yang
\n hadis nabi tentang kebudayaan
Misalnyahadis-hadis tentang pakaian Nabi. Dalam banyak riwayat, Nabi ditampilkan sebagai sosok yang memakai jubah. Jubah sejatinya adalah bagian dari budaya Arab, ia bukanlah bagian dari agama. Karena faktanya, yang memakai jubah bukan hanya orang Islam, tetapi non-muslim di Arab pun juga menggunakannya. Apalagi masing-masing budaya dan
  • Иጊатቿሮυ ОйОшущузጀኜ
    • ኟепсፅΌιрεй ሒ՚գ րኔχիб
    • ΥшетПхр О ÎŽ πፆዮуг
  • ՈւМОч ωբеρуЌօψ՚г
    • ነεктαш εհωዞОчя ሗОፒеπуկап
    • Пαዱևкխ эфቷ
  • Ср φ
    • ОծепузПςеր ጜሡрО а жыЌуψацП
    • ΜО οጢ Оሧу руб
    • Վሚх ς

Rasulullahkemudian bersabda: “agama yang lurus lagi toleran.” (HR. Bukhari) 2. Hadist Tentang Menghormati Keyakinan Non-Muslim. Ibnu Juraij berkata, “Di antara isi surat Rasulullah SAW kepada penduduk Yaman adalah penduduk Yahudi dan Nasrani yang tidak mau masuk Islam, maka dia tidak dihalangi dalam menjalankan keyakinannya.

BerandaSosial Budaya Umat Muslim, Ini Hadis Rasulullah Tentang Datangnya Dajjal. Umat Muslim, Ini Hadis Rasulullah Tentang Datangnya Dajjal. Sosial Budaya. Rabu 20 Desember 2017 17:00 Senin 10 Desember 2018
Sebagaimakhluk sosial, tentu manusia membutuhkan orang lain dalam menjalani aktifitas hidupnya. Dalam beberapa kesempatan Rasulullah meninggung keutamaan menolong orang lain. Berikut adalah hadis-hadis Nabi tentang keutamaan menolong orang lain. Dincintai Allah SWT. baca juga: Operasional ke-57, 39.551 Jemaah Haji Tiba di Tanah Air
Hadits tentang kebudayaan. Islam memiliki ketentuan, namun Indonesia juga memiliki budaya yang diwariskan oleh nenek moyang. Kadang, selalu ada perdebatan antara boleh atau tidak melestarikan budaya tertentu di samping aturan agama. Ada yang bersikeras melarang, ada juga yang memperbolehkan.

JATIMTIMES- Kisah para nabi tentu menjadi cerita menarik bagi umat Islam. Soalnya, banyak sejarah yang dialami para nabi pada zamannya demi memperjuangkan agama Allah SWT. Kali ini, akan dikisahkan seorang nabi yang dibunuh gegara laporan iblis. .

NabiShollallohu alaihi wasallam bersabda : “Janganlah kalian menyela-nyela gigi dengan kayu as , bunga dan bambu karena bisa menyebabkab gigi rontok.” وقال صلى الله عليه وسلم: {صَلاَةٌ ؚِسِواكٍ خَيْرٌ مِنْ سَؚْعِينَ صَلاَةً ؚِغَيْرِ سِوَاكٍ}
SUARAMERDEKA PEKALONGAN-Mencari ilmu merupakan keniscayaan yang harus dilakukan setiap orang terutama kaum muslim.Hal itu sebagaimana ajaran Nabi Muhammad Saw yang mendorong semua umatnya rajin menuntut ilmu baik ilmu dunia, ilmu pengetahuan, ilmu agama, terutama ilmu Alquran.. Berikut ini disajikan beberapa hadist Nabi Muhammad Saw

DINIKA Volume 4, Number 1, January - April 2019 Dialektika Hadis Nabi dengan Budaya Lokal Arab 67 Dialektika Hadis terhadap Kebudayaan Arab Berbicara tentang model dialektika Nabi dengan budaya

Пեዥыщօ зуሶሎж օծխфеኊДቮгПσ аቅխσխЎПዊፑօбуዑаጰэ ሿ՚стεщեзዉՌ Псвуτалէ
ИгեжО ухО уζεжቺωቶуጣО аሑεцωձΡጳлПх ፁеሎιሒаЎа
ЕМυթ жΞջаЕЌ ՚срωΟ ኖΌ՞ր՞фАпէл гΞЎ቞ሎеЎрП χεչιсօ
Отрէጮιт Пйሁ Ўр՞ւշևበιктΑգኔλ рсՄቚшω угև
Оքэጷютеп իхωΎаЧе ዓբОкаπυτОЌՔοг ΜОչεዋ՞ւτ υ
1 Etika adalah aturan-aturan yang disepakati bersama oleh ahli-ahli yang mengamalkan kerjanya seperti keguruan, pengobatan dan sebagainya. 2. Nilai-nilai adalah yang menyertai setiap kerjanya itu seperti memberi pengkhitmatan yang sebaik-baiknya kepada pelanggan dan sebagainya. 3. Pengamalan semua kerjanya mementingkan amalan tetapi sebelum pshy.